Minggu, 21 Maret 2010

Kamis, 04 Februari 2010

Tugas RT RW

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

c. Gubernur adalah Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

d. Pemerintah Kotamadya/Kabupaten Administrasi adalah Pemerintah Kotamadya/Kabupaten

Administrasi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

e. Walikotamadya/Bupati Administrasi adalah Walikotamadya/Bupati Administrasi Propinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

f. Pemerintah Kecamatan adalah Pemerintah Kecamatan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

g. Camat adalah Kepala Pemerintahan Kecamatan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

h. Pemerintah Kelurahan adalah Pemerintahan Kelurahan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

i. Lurah adalah Kepala Pemerintahan Kelurahan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

j. Dewan Kelurahan adalah Dewan Kelurahan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

k. Tokoh Masyarakat adalam pemimpin masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan sosial

kemasyarakatan (Poleksosbudhankam) yang diakui oleh masyarakat lingkungannya.

l. Penduduk setempat adalah setiap orang, baik warga negara Republik Indonesia maupun orang

asing yang secara de facto dan de jure bertempat tinggal di dalam wilayah RT dan RW yang

bersangkutan.

m. Kepala Keluarga adalah penanggungjawab anggota keluarga yang terdaftar dalam kartu

keluarga.

n. Penduduk dewasa adalah penduduk yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau yang telah

atau pernah kawin.

o. Swadaya masyarakat adalah kemampuan dari suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran

dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun

jangka panjang yang dirasakan dalam kelompok masyarakat itu.

p. Pemberdayaan masyarakat adalah pengikut sertaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pemilikan.

q. Kartu Keluarga adalah kartu yang berisi data identitas kepala keluarga dan anggotanya yang

telah dicatat dan ditandatangani oleh Ketua RT, RW dan Lurah.

BAB II

LANDASAN, TUJUAN, KEDUDUKAN

Pasal 2

1) Memberikan pelayanan kepada penduduk setempat sesuai denagn ketentuan yang berlaku;

2) Mengerjakan swadaya dan kegotongroyongan masyarakat;

3) Berpartisipasi dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat;

4) Berpartisipasi dan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;

5) Berpartisipasi dalam meningkatkan kondisi ketentraman, ketertiban dan kerukunan warga

masyarakat;

6) Membantu menciptakan hubungan yang harmonis antar anggota masyarakat dan antara

masyarakat dengan pemerintah masyarakat;

7) Manjaga hal-hal yang berkaitan denga lingkungan;

8) Berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik, ekonomi

dan sosial yang biayanya bersumber dari swadaya masyarakat dan atau Pemerintah

daerah serta memprtangungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

9) Memberikan saran dan pertimbangan kepada anggota Dewan Kelurahan yang berasal dari RW

yang bersangkutan.

BAB III

TUGAS DAN KEWAJIBAN

Pasal 3

Tugas dan kewajiban RT dan RW ditetapkan oleh forum musyawarah RT dan RW dengan berpedoman

kepada upaya-upaya dalam rangka :

(1) Memberikan swadaya dan kegotongroyonan masyarakat;

(2) Menggerakkan swadaya dan kegotongroyongan masyarakat;

(3) Berpartisipasi dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat;

(4) Berpartisipasi dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;

(5) Berpartisipasi dalam meningkatkan kondisi ketentraman, ketertiban dan kerukunan warga

masyarakat;

(6) Membantu menciptakan hubungan yang harmonis antar anggota masyarakat dan antara

masyarakat dengan pemerintah daerah;

(7) Menjaga hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan;

(8) Berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik, ekonomi dan

sosial yang biayanya dari swadaya masyarakat dan atau pemerintah daerah serta

mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

(9) Memberikan saran dan pertimbangan kepada anggota Dewan Kelurahan yang berasal dari RW

yang bersangkutan.

BAB IV

RUKUN TETANGGA

Bagian Pertama

Pembentukan

Pasal 4

1) Pembentukan wilayah RT secaa administrasi ditetapkan oleh lurah atas usul masyarakat dan

dengan memperhatikan kondisi lingkungannya.

2) Setiap RT terdiri dari 30 sampai dengan 60 kepala keluarga.

3) Bagi wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, jumlah kepada Keluarga sebagaimna

dimaksud ayat (2) pasal ini, dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

4) Bagi penduduk yang bertempat tinggal di asrama, rumah susun, kondominium, apartemen atau

yang sejenis dapat dibentuk RT tersendiri atau digabungkan dengan RT yang berdekatan.

5) Dalam hal RT tersebut pada ayat (4) pasal ini menjadi RT tersendiri, ketentuan jumlah kepala

keluarga tersebut sebagaimana dimaksud ayat (2) apat disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

Bagian Kedua

Keanggotaan

Pasal 5

Anggota RT adalah penduduk setempat yang terdafta dalam kartu keluarga pada RT bersangkutan.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban

Pasal 6

(1) Anggota RT mempunyai hak :

a. mamperoleh pelayanan administrasi dan kewilayahan dari RT dan RW;

b. mengajukan usul dan pendapat dalam musyawarah RT dan RW;

c. memilih pengurus RT;

d. dipilih sebagai pengurus RT dan RW;

e. turut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh RT dan RW.

(2) Anggota RT mempunyai kewajiban :

a. melaksanakan keputusan forum musyawarah RT dan RW;

b. menunjang terselenggaranya tugas dan kewajiban RT dan RW;

c. berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh RT dan RW.

(3) Ketentuan ayat (1) dan (2) pasal ini dapat ditambah dan dikurangi oleh forum musyawarah RT.

Bagian Keempat

Pengurus

Pasal 7

(1) Pengurus RT terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan;

(2) Ketua RT terpilih menyusun kepengurusan RT.

Pasal 8

(1) untuk menjadi pengurus RT harus memenuh persayaratan sebagai berikut:

a. Warga Negara Republik Indonesia baik laki-laki maupun perempuan;

b. Berkelakuan baik;

c. Penduduk dewasa;

d. Dan syarat-syarat lain yang ditentukan oleh forum musyawarah RT.

(2) Pengurus RT tidak boleh merangkap jabatan pengurus RW/dewan kelurahan/dewan kota.

Pasal 9

(1) Pemilihan ketua RT diselenggarakan oleh panitia pemilihan ketua RT;

(2) Pemilihan ketua RT sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan dalam forum

musyawarah;

(3) Forum musyawarah menetapkan tat cara pemilihan ketua Rt;

(4) Keyua Rt terpilih ditetapkan secara administrasi dengan keputusan lurah.

Pasal 10

(1) Pembagian tugas antar pengurus RT ditetapkan dalam forum musyawarah RT;

(2) Pengurus RT bertanggungjawab kepada forum musyawarah RT.

Pasal 11

(1) Masa bakti pengurus RT adalah 3 tahun terhitung sejak tanggal Ketua RT terpilih;

(2) Selambat-lambatnya 14 hari sebelum berakhir masa baktinya, ketua RT wajib melaksanakan

pembentukan panitia pemilihan ketua RT periode berikutnya sebagaimana dimaksud dalam

pasal 9.

Pasal 12

(1) Pengurus RT berhenti sebelum selesai masa baktinya karena:

a. meninggal dunia;

b. keputusan forum musyawarah RT;

c. permintaan sendiri secara tertulis;

d. pindah tempat tinggal keluar wilayah RT yang bersangkutan;

e. melakukan perbuatan tercela sebagai pengurus RT;

f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

(2) Ketua RT yang berhenti sebelum selesai masa baktinya diganti oleh salah seorang pengurus RT

berdasarkan hasil keputusan forum musyawarah sampai dengan selesai masa baktinya;

(3) Pemberhentian dan pergantian pengurus RT sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini

ditetapkan secara administrasi dengan keputusan lurah atas usul ketua RW.

Bagian Kelima

Forum Musyawarah RT

Pasal 13

(1) Forum musyawarah RT merupakan wadah permusyawaratan dan permufakatan tertinggi RT;

(2) Forum musyawarah RT terdiri dari pengurus RT dan penduduk dewasa anggota RT;

(3) Tata cara musyawarah ditentukan dalam forum musyawarah RT.

BAB V

RUKUN WARGA

Bagian Pertama

Pembentukan

Pasal 14

(1) Pebentukan wilayah RW ditetapkan secara administrasi oleh camat dengan memperhatikan

kondisi lingkungan dan atas usul lurah berdasarkan atas keputusan forum musyawarah RW;

(2) Setiap RW terdiri dari 8 sampai denan 16 RT;

(3) Bagi wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, jumlah RW sebagaimana dimaksud

ayat (2) pasal ini, dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setempat.

Bagian Kedua

Keanggotaan

Pasal 15

Anggota RW adalah anggota RT.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban

Pasal 16

Hak dan kewajiban anggota RW adalah sama dengan hak dan kewajiban anggota RT

Bagian Keempat

Pengurus

Pasal 17

(1) Pengurus RW terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi sesuai

dengan kebutuhan;

(2) Ketua RW terpilih menyusun kepengurusan RW.

Pasal 18

(1) Untuk menjadi pengurus RW harus memenuhi persyaratan sama dengan untuk menjadi

pengurus RT;

(2) Pengurus RW tidak boleh merangkap jabatan pengurus RT/dewan kelurahan/dewan kota.

Pasal 19

(1) Pemilihan ketua RW diselenggarakan oleh panitia pemilihan ketua RW;

(2) Pemilihan ketua RW sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan dalam forum

musyawarah RW;

(3) Forum musyawarah menetapkan tata cara pemilihan ketua RW;

(4) Ketua RW terpilih ditetapkan secara administrasi dengan keputusan camat.

Pasal 20

(1) Pembagian tugas antar pengurus RW ditetapkan dalam forum musyawarah RW;

(2) Pengurus RW bertanggungjawab kepada forum musyawarah RW.

Pasal 21

(1) Masa bakti pengurus RW selama 3 Tahun terhitung sejak Ketua RW terpilih.

(2) Selambat-lambatnya 14 hari sebelum berakhir masa baktinya, ketua RW wajib melaksanakan

pembentukan panitia ketua RW priode berikutnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat

(1).

Pasal 22

(1) Pengurus RW berhenti sebelum selesai masa baktinya karena :

a. meninggal dunia;

b. keputusan forum musyawarah RW;

c. permintaan sendiri secra tertulis;

d. pindah tempat tinggal keluar wilayah RW yangbersangkutan;

e. melakukan perbuatan tercela sebagai pengurus RW;

f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8;

(2) Ketua RW yang berhenti sebelum selesai masa baktinya diganti oleh salah seorang pengurus

berdasarkan hasil keputusan forum musyawarah sampai dengan selesai masa baktinya;

(3) Pemberhentian dan pergantian pengurus RW sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini

ditetapkan secara administrasi dengan keputusan camat atas usul lurah berdasarkan keputusan

forum musyawarah RW.

Bagian Kelima

Forum Musyawarah RW

Pasal 23

(1) Forum musyawarah RW merupakan wadah permusyawaratan dan permufakatan tertinggi RW;

(2) Forum musyawarah RW terdiri dari pengurus RT dan RW;

(3) Tata cara musyawarah ditentukan dalam forum musyawarah RW.

BAB VI

KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 24

(1) Ketentuan mengenai keuangan ditentukan oleh forum musyawarah RT dan RW sesuai dengan

ketentuan yang berlaku;

(2) Kekayaan dan atau barang inventaris organisasi masyarakat RT dan RW dikelola secara tertib,

transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

BAB VII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 25

Pemerintah Propinsi DKI Jakarta melakukan upaya-upaya dalam rangka peningkatan kinerja RT

dan RW sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

(1) RT dan RW yang ada pada saat berlakunya keputusan ini adalah tetap sebagai RT dan RW;

(2) Pengurus RT dan RW sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini tetap melaksanakan kegiatannya

sampai dengan masa baktinya berakhir.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan ditetapkan kemudian;

(2) Dengan berlakunya keputusan ini maka Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Nomor 1332 tahun 1995 tentang Peraturan Dasar Rukun Tetangga dan Rukun Warga

(RT-RW) daerah Khusus Ibukota Jakarta dinyatakan tidak berlaku lagi.

(3) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Gubernur ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 9 April 2001

GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,

SUTIYOSO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 10 April 2001

SEKRETARIS DAERAH PROPINSI DAERAH

KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

H. FAUZI BOWO

NIP 470044314

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2001

NOMOR 16
sumber http://rw04secsixgs.multiply.com/journal/item/1

Umat Beragama

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:


1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.


2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama
dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat
beragama.


3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus
dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara
permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.


4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas
Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk
berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara
sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat
serta bukan organisasi sayap partai politik.


5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin
ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan
atau dihormati oleh masyarakat setemapat sebagai panutan.


6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah
forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam
rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk
kerukunan dan kesejahteraan.


7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat
beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.


8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah
ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan
rumah ibadat.


BAB II

TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


Pasal 2

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan
kewajiban gubernur.


(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.


Pasal 4

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan
kewajiban bupati/walikota.


(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.


Pasal 5


(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi


b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama;


c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling percaya di antara umat beragama; dan


d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil
walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman
dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.


(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,
dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.


Pasal 6

(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi:


a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota;


b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama;


c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling percaya di antara umat bergama;


d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupan beragama;


e. menerbitkan IMB rumah ibadat.


(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,
dan huruf d dapat didelegasikan kepada walikota/bupati/wakil walikota.


(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c
di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa
dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.


Pasal 7


(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
meliputi:


a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;


b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling percaya di antara umat beragama; dan


c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan keagamaan.


(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (3) meliputi:


a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di wilaya kelurahan/desa; dan


b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling percaya di antara umat beragama.


BAB III

FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Pasal 8

(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.


(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.


(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat
konsultatif.


Pasal 9

(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai
tugas:


a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;


b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;


c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan


d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di
bidang keagamaan yang bekaitan dengan kerukunan umat beragama dan
pemberdayaan masyarakat.


(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
mempunyai tugas:


a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.


b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;


c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;


d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di
bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan
pemberdayaan masyarakat; dan


e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.


Pasal 10

(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.


(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota

FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang.


(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk
agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama
yang ada di provinsi dan kabupaten/kota.


(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1
(satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih
secara musyarawah oleh anggota.


Pasal 11


(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan
kabupaten/kota.


(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:


a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan
umat beragama; dan


b. memfasillitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan
antara sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan
umat beragama.


(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:

a. Ketua : wakil gubernur

b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;

c. Sekretaris : badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;

d. Anggota : pimpinan instansi terkait.


(4) Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:

a. Ketua : wakil bupat/wakil walikota;

b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;

c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota

d. Anggota : pimpinan instansi terkait.


Pasal 12


Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan
kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur.


BAB IV

PENDIRIAN RUMAH IBADAT


Pasal 13

(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan
sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.


(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman
dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.


(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan
komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau
kabupaten/kota atau provinsi.


Pasal 14


(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung.


(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian
rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:


a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit
90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan
tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);


b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang
disahkan oleh lurah/kepala desa;


c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan


d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.


(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah
berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.


Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d
merupakan hasil musyarawah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam
bentuk tertulis.


Pasal 16

(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk
memperoleh IMB rumah ibadat.


(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh)
hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)


Pasal 17

Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung
rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan
rencana tata ruang wilayah.


BAB V

IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG

Pasal 18

(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat
sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari
bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan.

a. laik fungsi; dan

b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
masyarakat.


(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.


(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:


a. Izin tertulis pemilik bangunan;

b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;

c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan

d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.


Pasal 19


(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) diterbitkan setelah mempetimbangkan pendapat tertulis kepala kantor
departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.


(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2
(dua) tahun.


Pasal 20


(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.


(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis
kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.


BAB VI

PENYELESAIAN PERSELISIHAN


Pasal 21

(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara
musyawarah oleh masyarakat setempat.


(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala
kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan
secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran
FKUB kabupaten/kota.


(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan
setempat.


Pasal 22

Gebernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi
terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.


BAB VII

PENGAWASAN DAN PELAPORAN


Pasal 23

(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi
melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di
daerah atas perlaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.


Pasal 24


(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah
ibadat di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan
tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat.


(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan
pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.


(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan
setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika
dipandang perlu.


Pasal 25

Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat
beragama serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.


Pasal 26

(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
provinsi.


(2) Belanja pelaksanaan kewajiban mennjaga kerukunan nasional dan memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.


BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27


(1) FKUB dan Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.


(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan
kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.


Pasal 28

(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap
berlaku.


(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk
rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi
pemindahan lokasi.


(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara
permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah
ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu
memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud.


Pasal 29

Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah
wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun.


BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur
pendirian rumah ibadat dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur
Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan
Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.


Pasal 31

Paraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Maret 2006


MENTERI AGAMA

ttd

MUHAMMAD M. BASYUNI



MENTERI DALAM NEGERI

ttd

M. MOH MA'RUF
sumber http://www.mail-archive.com/eskol@mitra.net.id/msg00351.html